Senin, 08 Agustus 2016

LAPORAN PENDAHULUAN RESUME TRAUMA TEMBUS KORNEA




LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA TEMBUS KORNEA

DI POLIKLINIK MATA RSUD Dr. MOEWARDI SOLO








 






Disusun Oleh :

PRATAMA ADY PUTRA

P.1337420114055









PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2015




LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA TEMBUS  KORNEA
DI POLIKLINIK MATA RSUD Dr. MOEWARDI SOLO
I.                   Pengertian
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang  Laserasi kornea adalah ulkus yang dalam (Mansjoer, A. et all, 1999).

II.                Etiologi

Trauma tembus disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata.

 

III.   D. Tanda Dan Gejala

1)      Tajam penglihatan yang menurun
2)      Tekanan bola mata rndah
3)      Bilikmata dangkal
4)      Bentuk dan letak pupil berubah
5)      Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
6)      Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina
7)      Kunjungtiva kemotis

IV.             Anatomi Dan Fisiologi Mata
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari :
1)      Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva.
Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya sinar kedalam bola mata, juga membasahi dan melicinkan permukaan bola mata.

2)      Rongga mata
Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya seperti: urat saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah 

3)      Bola mata
Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi:
-    Otot-otot penggerak bola mata
-    Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar.
-    Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masing-masing

4)      Sistem kelenjar bola mata
Terbagi menjadi dua bagian:
-    Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata
-    Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga hidung

V.                Penatalaksanaan

Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata, maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotik sistemik atau intravena dan pasien dikuasakan untuk kegiatan pembdahan. Pasien juga diberi antitetanus provilaksis, dan kalau perlu penenang. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan dan segera dikirim ke dokter mata. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul karena terdapatnya benda asing intraokular adalah indoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.

VI.             Patofisiologi
      Trauma tembus pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
1)      Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen

2)      Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.

3)      Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva

4)      Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.

5)      Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus

6)      Uvea
Ila luka dapat menyeabka pengaturan banyaknya cahay yang masuk sehinggan muncul fotofobia atau penglihatan kabur

7)      Lensa
Ila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.


8)      Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa juga teri oblaina retina.


VII.           Pathway

Trauma Mata Pada Kornea



Edema Kornea                                    Erosi Kornea                           Laserasi Kornea +
Perforasi Kornea




Edema Kornea
(Cairan Terkumpul di bawah epitel)



Kekeruhan yang menetap                Menjadi Vesikel             Tekanan intraokular
¯                                                                                                 meningkat
Jaringan Intraokular                                        Rasa sakit
Sukar dilihat                                                    o/k tarikan
serat saraf
Pecah
¯
Ulkus Kornea
¯
Rasa nyeri bertambah
Erosi Kornea
(Terlepasnya epitel kornea)



                        Menimbulkan infiltrat                                      Resiko Infeksi Sekunder
                                                                                                            (Keratitis)
¯
                        Kerusakan epitel
¯
                        Ulkus Kornea
¯
Rasa sakit pada matanya
(Setiap pergerakan)
L          Lakrimasi dan fotofobia
L          Kelopak mata menjadi kaku
    pada pembukaan
L          Blefarospasme
L          Tajam penglihatan menurun
L          Kornea iregular
Laserasi + Perforasi Kornea
(Ulkus yang dalam)



Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar                        Resiko infeksi sekunder ke dalam jaringan intraokuler
Iris prolap (menyumbat fistel)                                                * Endoftalmitis
                                    ¯                                                          * Panoftalmintis
Timbul jaringan parut (leukoma adherens)                            * Ptisis bulbi
¯
Penyempitan sudut COA
(o/k adanya sinekhia anterior)
¯
Aliran cairan bilik mata di sudut COA terganggu
¯
Tekanan intraokular meningkat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Fokus Pengkajian
Hal yang fokus dikaji adalah : (Ilyas, S., 2000)
1.       Riwayat pekerjaan penderita.
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan pada matanya yang tidak akan mendapatkan hal-hal yang buruk karena lingkungan pekerjaan. Juga untuk mewasdai trauma kembali. Penderita yang menderita erosi kornea tentu sangat berbahaya bila berada di lingkungan yang kotor tanpa menutup bola mata.
2.       Penyakit lain yang sedang diderita.
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk maka infeksi yang terjadi di mata akan sukar disembuhkan. Misal penyakit DM, sepsis atau kelainan darah.Riwayat penyakit mata  sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yamng dikeluhkan.

3.       Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan.
Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan.

4.         Pemeriksaan khusus Mata  :
L             Sakit untuk mengedip/pergerakan
L           Lakrimasi
L           Fotofobia
L           Kelopak menjadi kaku (blefarospasme)
L           Tajam penglihatan menurun
L           Ada bagian kornea yang jernih (dangkal/tipis)
L           Warna iris seakan-akan berwarna lebih hitam.

Bila telah terjadi perforasi :
L             Pupil akan terlihat lonjong.
L           Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar
L           Cairan COA mengandung fibrin
L           Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
L           Iris prolap.

B.     Data Penunjang :
1.         Pemeriksaan Laboratorium, seperti :.
SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
2.         Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
3.         Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)



C.    Pengobatan :
1.         Pengobatan pada tukak kornea bertujuan :
a.         Menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.
b.         Mengurangi reaksi radang, dengan steroid.
2.         Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
a.         Tidak boleh dibebat, karena akan  menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator.
b.         Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
c.         Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
d.         Debridement sangat membantu penyembuhan.
e.         Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.
3.         Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat tenang.
4.         Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
a.         Dengan pengobatan tidak sembuh.
b.         Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.

D.    Diagnosa Keperawatan
1.         Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular.
2.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
3.         Risiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
4.         Ansietas berhubungan dnegan kehilangan penglihatan aktual/potensial dan dampak yang dirasakan dari penyakit kronik pada gaya hidup.
5.         Risiko terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan efek-efek keterbatasan penglihatan.

E.     Intervensi
     Diagnosa No. 1
     Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
     Kriteria hasil : Klien akan :
L          Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
L           Klien tidak gelisah.

Intervensi :
1.        Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan non farmakologi, seperti berikut :
a.         Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
b.         Distraksi
c.         Latihan relaksasi
R/ Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan klien untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.

2.        Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
R/ Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan tindakan penghilangan nyeri yang efektif.

3.        Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
R/ Untuk beberapa klien terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan nyeri yang efektif.

4.        Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat, jika nyeri  bertambah.
R/ Tanda ini menunjukkan peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.

Diagnosa No.2
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien akan :
L        Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
L        Nilai Labotratorium : SDP  normal, kultur negatif.
Intervensi :
1.         Tingkatkan penyembuhan luka :
a.         Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
b.         Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
R/ Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.

2.         Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata :
a.         Cuci tangan sebelum memulai.
b.         Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
c.         Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
d.         Ajarkan tehnik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
R/ Tehnik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi.

3.         Kaji tanda dan gejala infeksi .
a.         Kemerahan, edema pada kelopak mata.
b.         Injeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol).
c.         Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
d.         Materi purulen pada bilik anterior (antara kornea dan iris).
e.         Peningkatan suhu.
f.          Nilai laboratorium abnormal (misal : peningkatan SDP, hasil kultur ).
R/ Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi.

4.         Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
R/ Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan farmakologi.

5.         Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan steroid..
R/ Mengurangi reaksi radang, dengan steroid  dan menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.

Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC

                   (2000). Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed. 8. Jakarta : EGC

Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.

Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.

Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Jakarta.

Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar